
Organ Tunggal atau yang biasa disebut OT merupakan salah satu pertunjukkan seni musik dengan menggunakan media sebuah organ. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, organ adalah alat musik seperti piano yang menghasilkan nada dari udara yang dihembuskan ke dalam pipa yang berbeda bentuk dan ukuran, yang nadanya dihasilkan melalui dawai elektronik. Organ berupa alat musik elektronik seperti piano dengan banyak pilihan nada dan jenis musik. Nada yang dihasilkan pun dapat disesuaikan dengan keinginan pemainnya.
Alat musik yang digunakan dalam Organ Tunggal hanyalah sebuah organ yang dimainkan oleh seorang pemain organ. Oleh karena itu, pertunjukan musik ini dinamakan Organ Tunggal. Lagu yang dimainkan berupa musik pop atau dangdut dan terkadang ditambah musik remix atau house music seperti di diskotik. Pemain organ biasanya didampingi oleh seorang atau beberapa penyanyi wanita yang disebut biduan. Agar lebih menarik perhatian, biduan ini biasanya berpakaian seksi, menyanyi sambil berjoget atau mengajak penonton untuk berjoget juga.
Organ Tunggal menjadi salah satu hiburan “wajib” di beberapa daerah saat acara-acara tertentu terutama pesta pernikahan. Suatu pesta terasa tidak “hidup” tanpa adanya kemeriahan musik organ tunggal. Organ tunggal dalam pesta pernikahan merupakan prestise bagi pihak penyelenggara pesta. Di Palembang saja, industri musik Organ Tunggal makin menjamur, menggeser kesenian Orkes Melayu dan Dul Muluk yang biasa ditampilkan saat pesta.
Tak hanya di kota, Organ Tunggal juga menjadi hiburan favorit yang sangat dinantikan oleh masyarakat di wilayah pedesaan. Jika ada keluarga yang mengadakan pesta pernikahan dan mengundang organ tunggal, masyarakat dari berbagai dusun dan desa akan rela mendatangi pesta tersebut hanya untuk menikmati hingar bingarnya musik dangdut dari organ tersebut. Organ tunggal di pedesaan seperti oase di tengah sunyinya hiburan di desa.
Tak bisa dipungkiri, Organ Tunggal telah berdampak pada ekonomi dan sosial masyarakat. Organ Tunggal bisa dikatakan hiburan yang minim modal. Pertunjukkan seni ini hanya bermodalkan satu buah organ dan seperangkat sound system yang mumpuni. Tak perlu banyak alat musik lainnya. Selain itu, pemilik usaha pun tidak direpotkan dengan mengurusi banyak personel karena untuk memainkan musik hanya diperlukan seorang pemain organ dan seorang biduan serta beberapa orang operator sound system. Dari sisi penyelenggara, Organ Tunggal menjadi hiburan dengan tarif sewa yang murah dan praktis.
Secara sosial, organ tunggal tidak sekedar hiburan yang menyenangkan tetapi juga mampu menjadi sarana untuk menarik perhatian massa atau ajang silahturahim komunitas tertentu. Namun fungsi hiburan ini terkadang melampaui batas. Tak jarang para biduan organ tunggal seringkali tampil dengan pakaian seronok, bahkan sampai rela menggoyangkan tubuhnya mengikuti irama musik demi menarik perhatian penonton laki-laki agar mendapatkan uang “saweran”. Tak sampai di situ, ada juga biduan yang melakukan praktek prostitusi dengan kedok Organ Tunggal.
Melencengnya fungsi seni dan hiburan Organ Tunggal ternyata dapat mempengaruhi kehidupan remaja. Menurut penelitian yang dilakukan Dina Nopita Riska dari Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung, bahwa keberadaan organ tunggal dapat menyebabkan perilaku menyimpang pada remaja seperti minum minuman keras, berjudi, narkoba, serta tindak kriminal lainnya seperti perkelahian dan pencurian. Munculnya perilaku penyimpangan remaja seperti ini biasanya terjadi jika organ tunggal tampil setelah pesta usai dan berlangsung sampai larut malam.
Saat Organ Tunggal berlangsung, penonton ada yang menikmati hiburan sambil minum minuman keras. Minuman keras tergolong narkoba yang mengandung bahan adiktif berupa alhokol. Alkohol dalam minuman keras dapat memberikan efek depresan. Namun jika dikonsumsi berlebihan, dapat menyebabkan mabuk bahkan kecanduan atau adiksi. Dikutip dari laman website Kemenkes RI, dampak negatif alkohol dalam minuman keras bagi kesehatan di antaranya adalah menyebabkan kerusakan saraf, gangguan jantung, kenaikan berat badan, tekanan darah tinggi, dan ketidaknyamanan dalam tubuh; menurunkan kecerdasan; mengganggu sistem metabolisme tubuh, sistem reproduksi, dan fungsi hati; serta memperpendek usia.
Selain dampak bagi kesehatan, minuman keras juga dapat menjadi pemicu perilaku menyimpang lainnya seperti perkelahian bahkan pembunuhan. Tidak sedikit kasus pembunuhan terjadi di lokasi Organ Tunggal yang sedang berlangsung. Hingar bingarnya musik Organ Tunggal ditambah padatnya kerumunan orang yang berjoget menikmati musik dapat memicu keributan yang berujung maut. Penikmat Organ Tunggal berpesta sambil mengonsumsi minuman keras sampai mabuk. Dalam kondisi mabuk, orang tersebut dapat melakukan tindakan kekerasan yang tidak disadarinya.
Tidak hanya minuman keras, narkotika juga rawan beredar dalam acara Organ Tunggal. Jenis narkotika yang banyak digunakan oleh penikmat organ tunggal adalah ekstasi atau ineks. Berdasarkan data dari Indonesia Drugs Report 2020 BNN RI, ekstasi merupakan jenis narkotika terbanyak ketiga yang digunakan masyarakat Indonesia setelah ganja dan sabu. Mereka menggunakan ekstasi dengan alasan untuk rekreasi atau bersenang-senang menambah sensasi nikmatnya berjoget. Ekstasi menstimulasi otak dan anggota tubuh untuk otomatis bergerak saat mendengar suara musik Organ Tunggal berjenis house music. Pengguna ekstasi dapat betah joget berjam-jam non stop tanpa sadar.
Sesaat setelah mengonsumsi ekstasi, penggunanya akan mengalami perubahan emosi. Ia akan berhalusinasi seolah-olah merasa senang dan bahagia. Tetapi setelah efek halusinasinya berkurang, mulut dan bibir penggunanya akan terlihat kering dan pucat. Hal ini dikarenakan cairan dalam tubuh habis saat kontraksi otot terjadi sehingga tubuh akan mengalami dehidrasi. Jika ekstasi digunakan terus-menerus, tidak hanya akan menyebabkan kecanduan tetapi juga kerusakan pada otak.
Selain narkotika dan minuman keras, obat batuk bermerk Komix juga sering disalahgunakan menjadi pengganti narkoba di ajang Organ Tunggal. Obat batuk tersebut sebenarnya aman dikonsumsi jika memang dosisnya sesuai aturan pakai dan digunakan oleh orang yang menderita batuk. Tetapi yang menjadi permasalahan adalah Komix ini dikonsumsi secara berlebihan (sampai satu pak dalam sekali konsumsi) demi mendapatkan efek “ngefly” seperti yang dirasakan saat menggunakan narkotika. Penggunaan obat melebihi dosis ini tentunya justru akan berdampak buruk pada kesehatan.
Narkoba yang rawan beredar serta tindakan kriminal lain yang seringkali terjadi di acara Organ Tunggal cukup membuat resah warga, sehingga pihak berwajib pun tidak bisa tinggal diam untuk memberantasnya. Beberapa pemerintah daerah telah menetapkan regulasi untuk mengatur acara dengan organ tunggal ini. Peraturan yang ada mengatur jam berlangsungnya acara Organ Tunggal, yang dibatasi tidak boleh sampai larut malam dan dini hari. Acara organ tunggal yang hingar bingar sampai larut malamlah yang banyak memicu berbagai tindakan kriminal khususnya peredaran dan penyalahgunaan narkoba.
Perilaku penyimpangan remaja atau tindakan kriminal yang terjadi akibat dari keberadaan Organ Tunggal membuat citra Organ Tunggal menjadi buruk. Organ Tunggal seakan identik dengan narkoba. Memang tak semua Organ Tunggal mau jadi ajang peredaran narkoba. Tetapi citra buruknya telah melekat di masyarakat. Padahal awalnya Organ Tunggal hanyalah salah satu alternatif hiburan rakyat yang murah dan mampu menjangkau hati rakyat.
Oleh karena itu, untuk memberantas narkoba perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak dan masyarakat. Tidak hanya adanya usaha pemerintah yang mengeluarkan berbagai edaran dan peraturan untuk mengurangi dampak negatif acara Organ Tunggal, tetapi yang paling penting adalah kesadaran masyarakat untuk mengembalikan fungsi Organ Tunggal hanya sebagai hiburan sewajarnya. Tidak memanfaatkan unsur hiburan dalam Organ Tunggal sebagai sarana untuk mencari keuntungan semata lewat peredaran narkoba. (RP)
Ditulis oleh Ratna Puspitasari, S.Psi.
Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNN Provinsi Sumatera Selatan