Skip to main content
Artikel

Ekstasi Merusak Generasi

Dibaca: 13701 Oleh 27 Des 2021Januari 4th, 2022Tidak ada komentar
KETAHANAN DIRI REMAJA TERHADAP NARKOBA
#BNN #StopNarkoba #CegahNarkoba

Ekstasi merupakan salah satu jenis narkotika ketiga yang paling banyak digunakan di Indonesia. Ekstasi termasuk dalam narkotika golongan I Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika karena ekstasi mengandung zat narkotika berupa MDMA (metilendioksimetamfetamina). MDMA adalah senyawa kimia yang sering digunakan sebagai obat rekreasi yang membuat penggunanya menjadi sangat aktif.

MDMA pertama kali dibuat pada tahun 1912 oleh perusahaan farmasi Jerman, Merck. Saat itu ekstasi awalnya hanya berfungsi sebagai obat pengencer darah dan dikenal dengan nama “Methylsafrylaminc”. MDMA digunakan di tahun 1953 oleh tentara Amerika Serikat dalam uji coba perang, dan muncul kembali pada tahun 1970 sebagai obat psikoterapi agar pasien menjadi lebih nyaman dan lebih berani mengutarakan perasaannya.

Pada tahun 1970, lambat laun ekstasi juga berubah fungsi, disalahgunakan sebagai obat “rekreasi” dalam pesta. Awal 1980-an, MDMA dipromosikan sebagai obat terbaik untuk mencari “kebahagiaan” dan “narkoba wajib” untuk pesta akhir pekan. Pengguna ekstasi menggunakan obat ini sambil berjoget atau menari mengikuti irama musik “house”. Penyalahgunaan seperti ini awalnya populer di negara-negara Eropa seperti Inggris dan Belanda. Kepopuleran tersebut mungkin dikarenakan budaya mereka yang suka berdansa.

Budaya dansa Eropa yang masuk ke Indonesia di era 70-an dan 80-an bisa jadi menjadi pintu masuk awal datangnya pengaruh penggunaan ekstasi di diskotik atau kelab malam. Namun, seiring semakin populernya obat ini digunakan dalam pesta di diskotik, pada tahun 1985 DEA (Drug Enforcement Administration) Amerika Serikat melarang penggunaan obat ini karena berpotensi merusak otak dan saraf. DEA memasukkan MDMA ke dalam daftar Schedule I dimana sama sekali tidak boleh digunakan untuk kepentingan medis.

Kebiasaan menggunakan ekstasi saat pesta dansa di Eropa sepertinya hampir sama persis dengan yang dilakukan masyarakat Indonesia di beberapa wilayah kota maupun desa di Indonesia. Ekstasi biasanya banyak beredar dan digunakan saat acara organ tunggal berlangsung dalam suatu pesta pernikahan. Penikmat organ tunggal menggunakan ekstasi untuk membuat diri lebih semangat bergoyang mengikuti irama musik remix atau “house music” yang dimainkan oleh DJ.

Ekstasi yang dikenal pada masa kini berupa pil atau tablet beraneka bentuk dan berwarna-warni dengan motif logo tertentu. Nama populer lain dari ekstasi adalah pil Molly dan inex atau ineks. Penggunaan obat ini biasanya dengan cara ditelan langsung atau ada juga yang menghirup bentuk serbuknya. Terkadang ada juga yang mengonsumsi ekstasi bersamaan dengan minuman beralkohol dan juga ganja.

MDMA dalam ekstasi dapat mempengaruhi kinerja otak. Ada tiga hormon pada otak yang terganggu fungsinya oleh MDMA yaitu dopamin, norepineprine, dan serotonin. Dopamin bekerja untuk meningkatkan aktivitas fisik dan perilaku. Norepineprine dapat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah. Sedangkan serotonin mempengaruhi mood, nafsu makan, tidur, dan juga gairah seksual. Pelepasan serotonin berlebih dapat menyebabkan kedekatan secara emosi, menurunkan mood, dan empati.

Sebuah studi yang dilakukan oleh National Institute on Drug Abuse menyatakan bahwa penggunaan MDMA dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan penurunan fungsi otak. MDMA membuat hippocampus (bagian otak yang menyimpan memori) akan menyusut. Penyusutan hippocampus ini yang menimbulkan kepikunan, termasuk masalah belajar dan memori.

Selain itu, MDMA juga dapat membuat penggunanya merasa bersemangat namun sekaligus berhalusinasi seperti kehilangan arah dan waktu. MDMA menyebabkan penggunanya kehilangan kemampuan untuk mempersepsi dan memperkirakan jarak dan pergerakan suatu benda. Oleh karena itu, sangat berbahaya sekali jika pengguna ekstasi mengendarai kendaraan bermotor. Orang tersebut tidak akan dapat memperkirakan laju kendaraan lain maupun yang dikendarainya. Efek inilah yang memasukkan MDMA dalam narkotika sintetis jenis stimulan sekaligus halusinogen.

Tidak hanya mempengaruhi kinerja hormon pada otak, MDMA juga dapat berdampak pada kesehatan di antaranya adalah menimbulkan rasa mual, kram otot, gigi gemertak, pandangan kabur, menggigil, dan berkeringat. Setelah seminggu rutin menggunakan MDMA, penggunanya dapat mengalami sifat mudah tersinggung, impulsif dan agresif, depresi, masalah tidur, cemas, masalah pada memori dan perhatian, menurunnya nafsu makan, serta menurunnya gairah seks. Penggunaan rutin MDMA selama jangka waktu dua tahun, dapat menyebabkan gangguan tidur, hilangnya nafsu makan, sulit berkonsentrasi, penyakit jantung, dan impulsif (bertindak secara cepat dan tiba-tiba sekehendak hati).

Penggunaan MDMA dengan dosis tinggi tentunya juga dapat berdampak pada kemampuan tubuh mengatur suhu tubuh. Biasanya sesaat setelah penggunaan MDMA, tubuh akan merasa kepanasan karena suhu tubuh tiba-tiba mendadak naik (hipertermia), lalu mengalami dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit tubuh. Itulah mengapa para pengguna ekstasi akan merasa kehausan dan ingin minum terus. Kondisi tubuh seperti ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gangguan pada hati, ginjal, gagal jantung, bahkan kematian.

Efek lain dari MDMA ini adalah dapat menimbulkan kedekatan dan kenyamanan dengan orang lain, sehingga seringkali dikonsumsi bersamaan dengan obat perangsang. Cara penggunaan seperti ini dapat menyebabkan perilaku seksual yang tidak aman. Perilaku seksual seperti ini dapat meningkatkan resiko penularan penyakit HIV/AIDS dan hepatitis.

Ekstasi tidak hanya murni mengandung MDMA. Beberapa jenis ekstasi dicampur dengan bahan lain selain MDMA seperti kafein, heroin, kokain, ketamin, methampetamin, katinon sintetis, obat batuk, bahkan bahan berbahaya lainnya seperti obat nyamuk bakar dan kapur barus. Penggunaan bahan-bahan kimia lain dalam ekstasi yang tidak diketahui penggunanya ini tentu sangat membahayakan kesehatan tubuh. Bahkan ada ekstasi yang sama sekali tidak mengandung MDMA, hanya berupa campuran bahan-bahan kimia berbahaya.

Sama halnya dengan jenis narkotika lain yang mempengaruhi kinerja serotonin dan dopamin, ekstasi juga dapat membuat penggunanya mengalami kecanduan. Beberapa orang yang menggunakan ekstasi menyatakan bahwa dirinya mengalami gejala-gejala seperti orang kecanduan yang diantaranya adalah efek negatif pada kesehatan dan juga psikologis, toleransi zat, gejala penarikan diri, dan keinginan kuat untuk menggunakan ekstasi kembali.

Ekstasi atau MDMA jelas sangat membahayakan kesehatan tubuh dan mental. Yang lebih membahayakan lagi adalah ekstasi membuat penggunanya menjadi kecanduan. Peredaran gelapnya bak kacang goreng yang marak terjadi saat organ tunggal berlangung atau di tempat-tempat hiburan malam juga perlu diberantas sampai tuntas. Mengingat sebagian besar penggunanya adalah dari kalangan pemuda, maka penyalahgunaannya perlu dicegah sedini mungkin dengan memberikan sosialisasi bahwa ekstasi bukanlah obat yang dapat mendatangkan kebahagiaan dan kegembiraan seperti yang sering dikemukakan pengedarnya. Ekstasi adalah obat yang nyata berbahaya dan mematikan bagi generasi muda.

Oleh karena itu, untuk menghindari penggunaan ekstasi, maka sebaiknya tidak mendatangi tempat-tempat yang memang rawan peredaran ekstasi. Selain itu, agar lebih berhati-hati dengan tawaran obat yang diberikan secara cuma-cuma oleh orang yang tidak dikenal atau teman dekat sendiri. Perhatikan obat yang diberikan apakah dalam kemasan seperti obat yang dijual di pasaran, apakah obat disertai dengan komposisi obat, aturan dosis pemakaian, serta efek samping obat. Jika diberikan obat yang tidak memenuhi kriteria tersebut, maka perlu dipertanyakan apakah obat tersebut aman atau tidak dan sebaiknya tidak kita konsumsi. (RP)

 

Ditulis oleh  Ratna Puspitasari, S.Psi.

Penyuluh Narkoba Ahli Pertama BNNP Sumsel

Kirim Tanggapan

made with passion and dedication by Vicky Ezra Imanuel